iBantonk Versi 1.00 Responsive Blogger Template, Free Premium 2015

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque.

FRANCISCUS ASSISI.

Kapusin


Sejarah Kapusin.


A. Berbagai pembaharuan: Alcantaris, Discalceati, Reformati, Recollecti
Setelah kedua cabang tersebut dipisahkan secara resmi maka banyak biara dari Konventual masih menggabungkan diri dengan Observantes. Masih ada beberapa dari kelompok lain dari kaum pembaru yang mula-mula dapat menyetujui jalan yang ditempuh para Observantes. Namun demikian segera timbullah ketegangan lagi di kalangan Observantes sendiri. Semangat luhur dari Observantes semula, berkurang akibat perjuangan yang lama dan banyaknya pendukung. Tetapi cita-cita itu terus mengganggu banyak orang. Maka di dalam kalangan Observantes kembali muncul pelbagai gerakan pembaruan. Di negeri Spanyol tampil ke muka Petrus de Alcantara sebagai penganjur suatu kelompok yang sangat seksama dalam melaksanakan anggaran dasar tanpa dispensasi atau kelunakan sedikitpun, terutama sehubungan dengan kemiskinan, sehingga bahkan mau melebihi Fransiskus sendiri. Golongan itu dinamakan “Alcantaris” sesuai dengan nama penganjurnya. Nama lain : “Discalceati” (tanpa sepatu). Di Italia dan kemudian di Jerman, Austria, Polandia, muncullah gerakan pembaharu yang dinamakan “Reformati”. Gerakan itu mendapat banyak penganut. Semua gerakan tersebut mendapat suatu cara hidup yang khas dan struktur tersendiri. Namun demikian minister jendral tetap satu orang saja, sehingga tak pernah menjadi cabang tersendiri, seperti Observantes dahulu dan Kapusin kemudian. Pada umumnya semua gerakan pembaharu tersebut condong kepada suatu hidup kontemplatif dan agak terkurang sedikit. Karena itu di sana-sini mereka disebut “Recollecti” (Perancis, Belanda, Spanyol).
B. Kapusin: A.D. tanpa kelunakan, miskin kontemplatif
Di dalam kalangan para Observantes akhirnya tampil suatu cabang baru yaitu para “Kapusin” (sesuai dengan kapnya yang panjang). Gerakan itu mulai di Italia dan maksud mereka ialah melaksanakan anggaran dasar Fransiskus tanpa kelunakan sedikit pun dan tanpa latar belakang karangan-karangan Fransiskus yang lain khususnya riwayat hidup karangan Celano. Mereka pun sangat condong kepada “hidup dalam pertapaan” sebagaimana yang dikenal dan disetujui oleh Fransiskus. Maka sifat kontemplatifnya mencolok sekali. Karena itu para kapusin suka mengundurkan diri jauh dari keramaian masyarakat. Kecuali yang ditekankan kemiskinan dan gagasan sejati Fransiskus bahwa diantara saudara tidak ada perbedaan antara kaum awam dan rohaniwan, mereka pun menekankan “pertapaan” dan kembali kepada jubah asli Fransiskus.
Yang pertama meninggalkan ordo para Observantes dan mengundurkan diri di dalam sebuah pertapaan ialah Matheus dari Bascio. Izin diberi langsung oleh Paus sendiri. Segera teladan itu diikuti oleh beberapa Observantes lain, antara lain Ludovicus dari Fossombrone yang sengaja mengarah kepada suatu cabang tersendiri. Itupun disebabkan oleh sikap para Observantes yang mula-mula memperlakukan para Kapusin itu dengan kurang enak. Oleh Paus Clemens VII dalam Bulla “Religionis Zelus” (1528) para Kapusin diberi izin untuk melaksanakan cita-citanya sendiri. Para Kapusin dilepaskan dari kuasa jendral Observantes dan ditaruh di bawah kuasa jendral Konventual. Dalam tahun 1546 para Kapusin membuat konstitusi-konstitusi tersendiri yang sangat berbeda dengan konstitusi Konventual dan para Observantes. Dalam tahun itu juga cabang ordo yang masih baru itu mengalami suatu krisis yang hebat. Sebab pendirinya Mateus dari Bascio kembali kepada Observantes, Ludovicus dari Fossombrone dikeluarkan dari ordo, dan vicaris jendral yang kedua masuk Protestan. Para Kapusin tidak mudah dapat berkembang oleh karena antara tahun 1537-1574 mereka dilarang untuk menetap di Italia. Baru dalam tahun 1619 mereka menerima hak untuk memilih jendralnya sendiri dan dengan demikian menjadi otonom dan berdiri di atas kaki sendiri sebagai cabang baru dalam Ordo Saudara-Saudara Dina.
Reformasi yang dilontarkan oleh Luther dan Calvin sangat menimpa baik Konventual, Observantes maupun Kapusin. Tidak banyak yang masuk Protestan tetapi banyak yang menjadi martir. Jumlah Observantes sekitar tahun 1580 adalah kira-kira 32.000 dalam kira-kira 2.100 rumah. Para Kapusin yang terkurung di Italia mempunyai 300 rumah. Dalam abad 17 jumlah Konventual ialah 15.000 sedangkan Observantes berjumlah 60.000 dan kapusin 34.000. Akibat revolusi Perancis, pemerintahan lokal di Jerman dan Spanyol dan lenyapnya negara Kepausan jumlah fransiskan dalam abad 18 sangat berkurang. Observantes masih berjumlah kira-kira 14.000 Konventuil 1.500 dan Kapusin kira-kira 7.500.
C. OFM (Ordo Fratrum Minorum): penyatuan semua pecahan Observantes yang lain
Diatas sudah dikatakan bahwa Observantes agak terpecah belah di dalam. Keadaan itu sangat membahayakan waktu jumlahnya merosot. Maka Paus Leo XIII dalam tahun 1897 mempersatukan semua golongan dalam kalangan observantes, yang semua menjadi “Ordo Fratrum Minorum” tanpa tambahan lagi (Unio Leoniana). Di Italia baru dengan perang dunia II semua bekas dari perpecahan dahulu lenyap. Sejak permulaan abad 20 jumlah Fransiskan mulai bertambah lagi. Sekarang (tahun 1970) jumlah anggota Ordo Fransiskan (tanpa Konventual dan Kapusin) kira-kira 26.000 jiwa.
Dalam bagian pertama abad 20 sifat Ordo Fransiskan cukup “yuridis” sebagaimana ternyata dalam konstitusi dari tahun 1951. Semenjak Konsili Vatican II ada gerakan kuat di dalam kalangan Fransiskan untuk memperbaharui seluruh struktur ordo dengan suatu tendens kuat untuk kembali kepada cara hidup Fransiskan seperti mula-mula ada tapi sesuai dengan keadaan abad 20 ini. Bagaimana tendens itu akan berakhir belum jelas juga. Di samping gejala yang memberi banyak harapan, juga ada gejala dekadensi yang tidak kecil seperti ternyata dalam hal murtadnya banyak Fransiskan dari ordo dan dari seluruh cara hidup yang sejati. Ini suatu krisis yang menimpa seluruh hidup religius tradisional. Tetapi ada harapan bahwa akhirnya karisma dan cita-cita Fransiskus akan ternyata sesuatu yang sekarang juga masih vital. Hasil baik dari gerakan pembaharu tersebut nampak dalam kapitel umum yang diadakan dalam tahun 1967. Kapitel itu melewati perkembangan dalam sejarah (hidup monastik) dan jelas memandang kembali kepada cara hidup Fransiskan seperti mula-mula ada. Kapitel itupun menjauhkan diri dari keterangan-keterangan resmi oleh Paus dari jaman dahulu dan mencari pembentukan hidup fransiskan yang sesuai dengan keadaan sekarang. Ciri klerikal dan monastik (sembahyang dalam koor) sangat dikurangi.
Para Konventual sekarang terutama di Italia dan Polandia cukup subur. Jumlah anggota kira-kira 4.000. Para Kapusin pada permulaan abad ini mengalami perkembangan subur di bawah pimpinan jendralnya Bernardus dari Adermatt. Sekarang jumlah Kapusin kira-kira 15.000 jiwa dan jumlah rumah 1000 lebih.
D. Keadaan sekarang
Bercabangnya Ordo Saudara Dina dalam sejarah kini umumnya dialami sebagai peristiwa yang kurang menyenangkan. Memang di masanya sendiri perpisahan itu menyatakan bahwa ordo sungguh hidup dan mempunyai semangat untuk mewujudkan cita-citanya secara murni. Namun demikian sejarah itu sekarang disesalkan oleh karena unsur utama dari hidup Fransiskan yaitu persaudaraan, sedikit banyak diperkosa dalam pertikaian itu demi kemiskinan material belaka. Adapun alasan mengapa dahulu bercabang, sekarang tidak ada lagi sehingga tidak ada pula suatu alasan mengapa ketiga cabang itu terus berdiri sendiri. Maka itu, suatu persatuan bertahap kiranya boleh diusahakan demi cita-cita Fransiskus sendiri dan persaudaraan Injili. Kiranya di dalam satu organisasi dapat dicari pelbagai bentuk cita-cita fransiskan yang sama sesuai dengan keadaan setempat dan keadaan pribadi. Tidak perlu adanya beberapa organisasi, justru oleh karena aslinya organisasi tidak mempunyai peranan penting dalam hidup Fransiskan yang sejati.

Sejarah Misdinar

Di Roma, sekitar tahun 250, agama kristiani dilarang di sana, bahkan Kaisar Valerianus memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang kristiani banyak yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani berkumpul pada malam hari di “katakomba”, yaitu teras kuburan bawah tanah membentuk gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua. Di sana pulalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau Misa.
Pada waktu itu, ada seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Suatu pagi seperti biasa, Tarsisius ke sana untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Hari itu Paus sendiri yang mempersembahkan Ekaristi, namun orang yang hadir hanya sedikit, sebab beberapa hari yang lalu, banyak orang kristiani yang ditangkap. Beberapa orang terpaksa menyelamatkan diri ke luar kota.
Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
Tarsisius langsung menghampiri Paus, katanya: “Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya tidak akan dicurigai.” Paus langsung menjawab: “Jangan nak, kamu masih terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya untukmu!” Tarsisius tetap bertekat untuk membantu, katanya: “Tetapi setiap pagi saya datang ke mari, Santo Bapa, saya satu-satunya pelayan Misa yang selalu datang. Saya tidak takut. Apalagi hari masih pagi, jalan juga masih sepi.” Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui, kata: “Baiklah, kamu boleh coba, tetapi hati-hatilah!”
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.
Tarsisius segera berangkat. Ia memagangi kotak emas itu erat-erat di bawah toga supaya jangan hilang. Hatinya berdebar-debar. Ia merasa bahagia atas kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hati ia berdoa kepada Yesus, yang sedang di bawanya untuk menghibur para tawanana.
Tapi tanpa disangka-sangka, hari itu beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat Tarsisius terburu-buru menghampirinya dan bertanya: “Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau pergi kemana? Kok terburu-buru?” Tarsisius tidak menjawab. Seorang teman Tarsisius yang menyusul bahunya dan bertanya: “Kamu kok tidak seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa di bawah toga itu?” Seorang teman malah mencoba menari toga Tarsisius. Toga Tarsisius tersingkap, dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu, berkata: “Lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani kepada itu!” Teman-teman Tarsisius mulai berteriak serentak: “Serahkan barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!” Tarsisius tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotaknya. Kotak itu justru dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin menyerahkan Tubuh Tuhannya keapda teman-temannya yang tidak beriman itu.
Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.
Polisi itu menghampiri Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyum. Polisi itu seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen Mahakudus kepada Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa mengatakan apapun, polisi itu menerima kotak berisi Sakramen Mahakudus tersebut dan mengalungkan dilehernya sendiri. Si Polisi lalu mengangkat Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang kristiani terdekat dan meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi segera pergi ke penjara dan menerimakan Komuni Suci secara diam-diam kepada para tawanan.
Tidak lama kemudian, Tarsisius meninggal. Luka-luka yang dideritanya terlalu parah. Ia dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jalan Apia, dekat makam para Paus. Tarsisius adalah seorang putera altar, yang pada zaman itu dinamakan secara resmi: seorang akolit. Ia seorang putera altar yang menghorbankan hidupnya demi Ekaristi kudus. Karena teladan perjuangannya itu, ia dipilih sebagai pelindung para putera altar. Martir suci yang diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus